Asal - Usul Persebaran Manusia di Kepulauan Indonesia


Manusia mulai muncul di muka bumi sejak zaman Neozoikum, tepatnya pada kala Holosen atau zaman Alluvium yang berkembang sejak 20.000 tahun yang lalu. Untuk mengetahui keadaan manusia pada berbagai masa dan evolusinya, kita perlu mengetahui bagaimana dan di mana kedudukan manusia dalam alam serta hubungannya dengan benda kebudayaan yang diperkirakan sebagai hasil budayanya.


TEORI KEHIDUPAN DIBUMI

Berdasarkan penelitian tentang lapisan kulit bumi atau menurut geologi, dilakukan pembagian zaman sebagai berikut:
  • Zaman Arkaekum, yaitu zaman tertua dan diperkirakan sekitar 2500 juta tahun. Pada zaman ini keadaan bumi belum stabil, kondisi bumi dan udara masih panas, kulit bumi dalam proses pembentukan.
  • Zaman Palaeozoikum berusia sekitar 340 juta tahun. Pada zaman ini keadaan bumi masih belum stabil dan masih terus berubah-ubah.
  • Zaman Mesozoikum berusia sekitar 140 juta tahun. Pada zaman ini, kehidupan mengalami perkembangan yang sangat pesat.
  • Zaman Neozoikum atau Kalnozoikum berusia sekitar 60 juta tahun yang lalu. Pada zaman ini keadaan bumi semakin membaik, perubahan cuaca tidak begitu besar dan kehidupan berkembang dengan pesat. Zaman ini dibedakan atas dua macam, yaitu:
  1. Zaman Tersier; pada zaman ini kehidupan dari jenis-jenis binatang besar mulai berkurang dan telah hidup dari jenis-jenis binatang menyusui yaitu sejenis kera dan monyet.
  2. Zaman Kuarter; berusia sekitar 600.000 tahun yang lalu. Pada zaman ini mulai muncul dan berkembang tanda-tanda kehidupan dari manusia purba. Namun zaman ini dibedakan atas dua macam, yaitu Kala Pleistosin dan Kala Holosin.


 

TEORI PERKEMBANGAN MANUSIA


Sistem yang dianut untuk memecahkan masalah tentang manusia itu adalah sistem yang berdasarkan evolusi, yang memperlihatkan jauh dekatnya hubungan berbagai makhluk dalam evolusi. Evolusi biologis tidak meninggalkan bukti lengkap bagi umat manusia sekarang. Hal ini yang sekarang sering menimbulkan perbedaan pendapat dari para ahli. Teori evolusi biologis adalah perubahan filogenetis, jadi perubahan satu takson menjadi takson lain, atau tetap sebagai takson lama dengan perubahan sedikit, atau bahkan punah.

Evolusi manusia bukanlah manusia berasal dari monyet karena monyet sekarang memiliki spesies yang jauh dari manusia. Darwin mengemukakan teori evolusinya, bahwa suatu takson itu tidak statis, tetapi dinamis melalui waktu yang lama dan panjang, dan semua makhluk di muka bumi ini adalah berkerabat.

Pendapat Darwin dalam bukunya The Origin of Species, sebagai berikut:
  • Bahwa spesies yang ada sekarang berasal dari spesies yang hidup di masa lalu dan akhirnya sampai sekarang.
  • Bahwa evolusi itu terjadi dalam kehidupan melalui seleksi alam sehingga tidak dapat ditolak. Hal itu memperlihatkan bahwa spesies yang sekarang berasal dari spesies yang lalu.
  • Antara Pithecanthropus erectus dan Homo sapiens terdapat Homo neanderthalensis sebab jenis ini cirinya hampir mendekati Homo sapiens.

Dalam evolusi manusia, ciri tubuhnya diwariskan dari orang tua atau nenek moyangnya. Satuan pewarisan terkecil dinamakan gen yang terdapat pada kromosom. Gen inilah yang mengatur ciri atau sifat yang akan diturunkan atau diwariskan kepada keturunan selanjutnya. Mutasi adalah perubahan yang mantap dan dapat diturunkan pada gen suatu organisme. Seleksi alam berpengaruh kepada gen, itulah sebabnya evolusi selalu ada.

Evolusi manusia mengakibatkan terjadinya perubahan sosial, budaya, bahkan bentuk tubuh dan fungsinya. Misalnya, sebagai berikut:
  • Evolusi kepala yang berkaitan dengan evolusi muka dan otak. Evolusi ini berkaitan dengan cara makan yang semula diambil dengan mulut berangsur-angsur berubah dan mulai menggunakan tangan.
  • Cara bergerak tubuhnya mulai berjalan tegak.
  • Perkembangan hidup biososialnya mulai tampak.
Demikian teori perkembangan manusia di muka bumi ini. Bagaimana pendapat para ahli mengenai kehidupan awal di Indonesia? Sejarah awal keberadaan masyarakat di kepulauan Indonesia diketahui dan didukung oleh teori imigrasi.

1. Teori Van Heine Geldern
Menurut teorinya, bangsa Indonesia berasal dari daratan Asia. Pendapat ini didukung oleh artefak-artefak (bentuk budaya) yang ditemukan di Indonesia yang memiliki kesamaan bentuk dengan yang ditemukan di daratan Asia. 

2. Teori Prof. Muhammad Yamin
Ia berpendapat bahwa bangsa Indonesia berasal dari daerah Indonesia sendiri. Hal ini dibuktikan dengan penemuan fosil-fosil tertua dengan jumlah terbanyak di daerah Indonesia. 

3. Teori Prof. Dr. H. Kern Kern
menyatakan bahwa bangsa Indonesia berasal dari daerah Campa, Kochin Cina, dan Kampuchea. Kern juga menyatakan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia mempergunakan perahu bercadik menuju kepulauan Indonesia. Pendapat Kern ini didukung dengan adanya persamaan nama dan bahasa yang dipergunakan di daerah-daerah di Indonesia (yang menjadi objek penelitian Kern adalah persamaan bahasa serta persamaan nama binatang dan alat perang). 

4. Teori Prof. Dr. Kroom
Ia menyatakan bahwa asal-usul bangsa Indonesia adalah dari daerah Cina Tengah karena di daerah tersebut banyak sungai yang besar. Mereka menyebar ke wilayah Indonesia sampai tahun 1500 SM. 

5. Teori Moh. Ali
Ia berpendapat bahwa bangsa Indonesia berasal dari Yunan daerah Cina Selatan, yakni dari hulu sungai besar di Asia yang kedatangannya di Nusantara secara bergelombang. Gelombang pertama adalah gelombang Melayu Tua (Proto Melayu 3000 SM – 1500 SM) dengan ciri budayanya adalah Neolitikum. Mereka datang dengan jenis perahu bercadik satu. Gelombang kedua adalah gelombang Melayu Baru (Deutero Melayu 1500 SM – 500 SM) dengan menggunakan perahu bercadik dua. 

6. Teori Dr. Brandes
Ia berpendapat bahwa bangsa yang bermukim di Kepulauan Indonesia memiliki banyak persamaan dengan bangsa-bangsa pada daerah yang terbentang dari sebelah utara Formosa, sebelah barat Madagaskar, sebelah selatan tanah Jawa, dan sebelah timur sampai ke tepi barat Amerika.

7. Teori Willem Smith
Ia meneliti asal-usul bangsa Indonesia melalui penggunaan bahasa oleh bangsa Indonesia. Willem Smith membagi bangsa di Asia atas dasar bahasa yang dipergunakannya, yaitu bangsa berbahasa Togon, bangsa yang berbahasa Jerman, dan bangsa yang berbahasa Austria. Bangsa yang berbahasa Austria dibagi dua, yaitu bangsa yang berbahasa Austro-Asia dan bangsa yang berbahasa Austronesia. Bangsa-bangsa yang berbahasa Austronesia ini mendiami wilayah Indonesia, Melanesia, dan Polinesia. 

8. Teori Hogen
Ia menyatakan bahwa bangsa yang mendiami daerah pesisir Melayu berasal dari Sumatra. Bangsa ini bercampur dengan bangsa Mongol yang kemudian disebut bangsa Proto Melayu dan Deutero Melayu. Bangsa Proto Melayu (Melayu Tua) menyebar di wilayah sekitar Indonesia tahun 1300 SM – 1500 SM. Adapun bangsa Deutero Melayu (Melayu Muda) menyebar di wilayah Indonesia sekitar tahun 1500 SM – 500 SM. 

9. Teori Max Muller
Ia mengatakan bahwa asal bangsa Indonesia adalah daerah Asia Tenggara. Namun, pendapat Max Muller ini tidak begitu jelas alasannya. Ia menarik kesimpulan dari para peneliti lainnya. 

10. Teori Majumdar
Sebagai seorang yang tekun dalam penelitian maka kesimpulan yang diperolehnya adalah bahwa bangsa-bangsa yang berbahasa Austronesia berasal dari India, kemudian menyebar ke Indocina, terus ke daerah Indonesia dan Pasifik. Pendapat Majumdar ini didukung oleh penelitiannya berdasarkan bahasa Austria yang merupakan bahasa muda di India Timur. 

Berdasarkan penyelidikan terhadap penggunaan bahasa yang dipakai di berbagai kepulauan, Kern berkesimpulan bahwa Indonesia berasal dari satu daerah yang menggunakan bahasa yang sama, yaitu bahasa Campa, dan agak ke utara, yaitu Tonkin. Mereka datang ke Indonesia 1500 SM semula ke Kampuchea dan melanjutkan perjalanan ke Semenanjung Malaka. Dari Malaka masuk ke Sumatra, Kalimantan, dan Jawa, sedangkan yang berada di Filipina melanjutkan perjalanan sampai di Minahasa dan daerah sekitarnya.



PERKEMBANGAN TEKNOLOGI DAN SISTEM KEPERCAYAAN AWAL MASYARAKAT INDONESIA


1. PERKEMBANGAN TEKNOLOGI NENEK MOYANG BANGSA INDONESIA

 Perkembangan alat dan teknologi kehidupan manusia pada masa lalu, yaitu pada masa hidup berburu dan mengumpulkan dapat dikatakan masih sangat sederhana, hampir semua alat yang dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup masih sangat sederhana. Alat yang dibuat sekadar dapat membantu pekerjaan mereka. Alat-alat bantu dibuat dari batu dan tulang. Tujuan pembuatan alat untuk mempermudah memperoleh bahan makanan yang menjadi kebutuhan pokok.

Pada masa bercocok tanam, kebudayaan mereka berkembang pesat, hidup sudah menetap (sedenter) dan sudah menghasilkan makanan (food producing). Peningkatan teknologi ditandai dengan adanya peningkatan alat-alat dari batu kasar menuju batu halus, kemudian menggunakan alat-alat dari logam. Alat-alat sebelum dihaluskan, contohnya, kapak perimbas (bagian tajamnya berbentuk cembung), kapak penetak (ketajamannya berbentuk liku-liku), pahat genggam (ketajamannya berbentuk terjal), dan kapak genggam yang bagian tajamnya berbentuk meruncing. Teknologi kemudian meningkat, alatnya sudah dihaluskan seperti kapak persegi dan kapak lonjong. Dengan alat itu, ternyata mereka sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup yang lebih luas dari masa sebelumnya, yaitu bersawah, membuat rumah, bermasyarakat, dan membuat perahu bercadik.

Teknologi kapak batu pun ditinggalkan, kemudian muncul yang lebih maju, yaitu kepandaian menggunakan alat-alat dari logam sebagai bahan membuat alat yang memerlukan teknik, seperti cara bivalve dan a cire perdue. Semua kapak logam dibuat mirip dengan kapak batu. Dalam perkembangan selanjutnya, kapak logam kemudian mempunyai bentuk lain yang dinamakan kapak sepatu atau kapak corong, yaitu sebagai alat untuk membantu kehidupan mereka. Namun, ada jenis alat logam yang tidak digunakan untuk alat bekerja, misalnya, candrasa dipakai untuk alat upacara, begitu juga nekara dan moko. Dengan teknologi yang semakin maju inilah masyarakat semakin mampu membuat hasil budaya yang jauh lebih berharga untuk menciptakan alat yang lebih sempurna seperti di zaman megalit itu.
 
 
 
 2. KEBUDAYAAN BATU

Disebut kebudayaan batu karena alatnya terbuat dari batu, yang terdiri dari zaman Paleolitikum, Mesolitikum, Neolitikum, dan Megalitikum.

a.  Kebudayaan Batu Tua (Paleolitikum)
Disebut kebudayaan Batu Tua sebab alat peninggalannya dari batu yang masih kasar atau belum dihaluskan. Pendukung kebudayaan ini adalah manusia purba. Berdasarkan daerah penemuannya, kebudayaan Batu Tua dibedakan menjadi kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong. 

Kebudayaan Pacitan
Disebut kebudayaan Pacitan sebab hasil budayanya terdapat di daerah Pacitan (Pegunungan Sewu, Pantai Selatan Jawa). Alat yang ditemukan berupa chopper (kapak penetak) atau disebut kapak genggam. Pendukung kebudayaannya adalah Pithecanthropus erectus dan budaya batu ini disebut stone culture. Selain tempat di atas, alat Paleolitikum ini juga ditemukan di Parigi (Sulawesi), Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), dan Lahat (Sumatra Selatan).

Kebudayaan Ngandong
Disebut kebudayaan Ngandong sebab hasil kebudayaannya ditemukan di Ngandong, Ngawi Jawa Timur. Di sini juga ditemukan kapak seperti di Pacitan dan juga kapak genggam, sedangkan di Sangiran ditemukan batu flakes dan batu chalcedon yang indah. Di Ngandong ditemukan juga alat dari tulang maka disebut bone culture. Pendukung kebudayaan Ngandong adalah Homo soloensis danHomo wajakensis. Penghidupan mereka masih mengumpulkan makanan (food gathering). Mereka mencari makanan dari jenis ubi-ubian dan berburu binatang.

b. Kebudayaan Batu Tengah (Mesolitikum)
Zaman Mesolitikum terjadi pada masa Holosen setelah zaman es berakhir. Pendukung kebudayaannya adalah Homo sapiens yang merupakan manusia cerdas. Penemuannya berupa fosil manusia purba, banyak ditemukan di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Flores.
Manusia zaman Mesolitikum hidup di gua-gua, tepi pantai, atau sungai, disebut dalam bahasa Denmark, kjokkenmoddinger (bukit sampah = bukit kerang), yang banyak ditemukan di pantai timur Sumatra. Penemuan alatnya adalah pebble disebut juga kapak Sumatra), kapak pendek (hache courte), dan pipisan (batu penggiling). Selain tempat-tempat di atas, juga terdapat abris sous roche (gua sampah) di Gua Sampung, (Ponorogo, Jawa Timur), Pulau Timor, Pulau Roti, dan Bojonegoro (tempat ditemukan-nya alat dari tulang).
 
c. Kebudayaan Batu Muda (Neolitikum)
Disebut kebudayaan Batu Muda (Neolitikum) sebab semua alatnya sudah dihaluskan. Mereka sudah meninggalkan hidup berburu dan mulai menetap serta mulai menghasilkan makanan (food producing). Mereka menciptakan alat-alat kehidupan mulai dari alat kerajinan menenun, periuk, membuat rumah, dan mengatur masyarakat. Alat yang dipergunakan pada masa ini adalah kapak persegi dan kapak lonjong. Daerah penemuan kapak persegi di Indonesia bagian barat adalah di Lahat (Sumatra), Bogor, Sukabumi, Karawang, Tasikmalaya, Pacitan, dan Lereng Gunung Ijen. Adapun kapak lonjong banyak ditemukan di Indonesia bagian timur, seperti di Papua, Tanimbar, Seram, Serawak, Kalimantan Utara, dan Minahasa.

d. Kebudayaan Batu Besar (Megalitikum)
Disebut kebudayaan Megalitikum sebab semua alat yang dihasilkan berupa batu besar. Kebudayaan ini kelanjutan dari Neolitikum karena dibawa oleh bangsa Deutero Melayu yang datang di Nusantara. Kebudayaan ini berkembang bersama dengan kebudayaan logam di Indonesia, yakni kebudayaan Dongson. Ada beberapa alat dan bangunan yang dihasilkan pada zaman kebudayaan Megalitikum:

  • Menhir
    Menhir adalah tiang tugu batu besar yang berfungsi sebagai tanda peringatan suatu peristiwa atau sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang. Daerah penemuannya di Sumatra Selatan dan Kalimantan.
     
  • Dolmen
    Dolmen adalah meja batu besar yang biasanya terletak di bawah menhir tempat meletakkan sesaji. Daerah temuannya di Sumba, Sumatra Selatan, dan Bondowoso (Jawa Timur).
     
  • Keranda (sarkofagus)
    Keranda adalah peti mati yang dibuat dari batu. Bentuknya seperti lesung dan diberi tutup dari batu. Daerah temuannya di Bali.
     
  • Peti kubur batu
    Peti kubur batu merupakan kuburan dalam tanah yang sisi-sisi, alas, dan tutupnya diberi papan dari lempeng batu. Peti kubur batu ini banyak ditemukan di Kuningan, Jawa Barat.
     
  • Punden berundak
    Punden berundak merupakan bangunan dari batu yang disusun bertingkat- tingkat (berundak-undak). Fungsinya sebagai bangunan pemujaan roh nenek moyang yang kemudian menjadi bentuk awal bangunan candi. Bangunan punden berundak adalah bangunan asli Indonesia.
     
  • Waruga
    Waruga adalah kubur batu yang berbentuk kubus atau bulat. Waruga biasanya dibuat dari batu utuh. Daerah temuannya di Sulawesi Tengah dan Utara.
     
  • Arca
    Arca-arca megalit merupakan bangunan batu besar berbentuk binatang atau manusia yang banyak ditemukan di dataran tinggi Pasemah, Sumatra Selatan yang menggambarkan sifat dinamis. Contohnya Batu Gajah, sebuah patung batu besar dengan gambaran seorang yang sedang menunggang binatang dan sedang berburu.
 Pada zaman Batu Besar dikenal kebiasaan-kebiasaan berikut:
  • Pemujaan matahari
    Di Indonesia, matahari dipuja sebagai matahari, bukan sebagai dewa matahari seperti di Jepang.
     
  • Pemujaan dewi kesuburan
    Dapat kita lihat di candi Sukuh dan candi Ceto sebagai lambang kesuburan. Di Jawa, pada umumnya Dewi Sri dipuja sebagai dewi kesuburan dan pelindung padi.
     
  • Adanya keyakinan alat penolak bala (tumbal)
    Biasanya dengan menanam kepala kerbau di tengah bangunan atau tempat tertentu, maka akan terlindungi dan terbebas dari marabahaya.
     
  • Adanya upacara ruwatan
    Upacara ruwatan adalah upacara untuk mengembalikan orang atau masyarakat kepada kedudukan yang suci seperti semula, misalnya, anak tunggal, anak kembar, pandawa lima, dan bersih desa.
     

3. KEPERCAYAAN AWAL MASYARAKAT INDONESIA

Sejak masa berburu dan mengumpulkan makanan, orang mempunyai anggapan bahwa hidup tidak akan berhenti, walaupun orang sudah meninggal. Orang mati dianggap pergi ke suatu tempat yang lebih baik dan tenang dan orang yang ditinggalkannya masih dapat berhubungan dengan yang berada di dunia lain. Masyarakat berburu dan mengumpulkan diperkirakan juga mengenal upacara penguburan sebab soal mati adalah soal yang besar, yaitu adanya sesuatu di luar perhitungan manusia. Kesadaran adanya kekuatan gaib menjadi dasar kepercayaan mereka (animisme), ada juga kepercayaan dinamisme, yaitu adanya benda yang dikeramatkan. 
 
Pada masa bercocok tanam, masyarakat sudah mengenal kepercayaan gaib, yaitu kekuatan di luar kekuatan manusia, misalnya, gunung meletus atau banjir. Mereka beranggapan adanya kekuatan alam yang luar biasa pasti ada yang menggerakkan dan sedang murka. Mereka juga memuja arwah manusia yang sudah meninggal. Menurut pendapat mereka, tempat roh itu sangat tinggi, misalnya, di puncak-puncak gunung. Untuk turunnya roh nenek moyang, mereka mendirikan bangunan batu besar (bangunan Megalitikum), dibuat dari batu yang utuh dan dipahat dalam bentuk tertentu. Bentuk nyata dalam kepercayaan masyarakat bercocok tanam, yaitu menyembah roh nenek moyang (animisme) dan menyembah benda yang memiliki kekuatan gaib (dinamisme).
Masa bercocok tanam dan perundagian telah menghasilkan bangunan megalit seperti menhir, dolmen, keranda, dan kubur batu. Dalam kubur batu terdapat bekal kubur, yaitu bekal-bekal si mati selama perjalanan menuju ke tempat alam baka. Selanjutnya keluarga yang ditinggal selalu bersesaji di dolmen (tempat pemujaan roh), di atas dolmen terdapat menhir. Pemujaan roh nenek moyang sangat penting dalam suatu kehidupan rohani pada masa itu.
 
 
 
HASIL BUDAYA MANUSIA PURBA DI  INDONESIA
 
Sejak zaman Pleistosen Bawah telah ada jenis manusia purba yang sudah menghasilkan alat-alat hidup dan budaya. Bukti bahwa Pithecanthropus erectus menghasilkan kebudayaan Pacitan ditemukan Von Koenigswald berupa kapak perimbas atau disebut kapak Pacitan. Alat-alat kebudayaannya terbuat dari batu, tulang, kayu, dan ada yang dari tulang binatang. Selain di Pacitan dan Ngandong, alat-alat semacam ini juga ditemukan di Sumatra, Sulawesi, Flores, dan Timor. Hallam L. Movius Jr. mengklasifikasikan alat Paleolitikum sebagai berikut.
 
1. Kapak perimbas (chopper)
Bagian yang tajam berbentuk cembung, digunakan untuk memangkas. Fungsi kapak ini untuk penetak dan pemotong. Kapak ini ditemukan di Pacitan oleh Von Koenigswald tahun 1935 yang diperkirakan pendukung Pithecanthropus erectus, kapak ini disebut juga chopper chopping tool. Kapak ini juga ditemukan di luar Nusantara, seperti di Pakistan, Myanmar, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam.
 
2. Kapak penetak
Kapak ini mirip kapak perimbas, hanya bentuknya lebih besar, dipergunakan untuk membelah kayu, pohon, atau bambu. Alat ini disebut chopping tool, ditemukan hampir di seluruh wilayah Nusantara.
 
3. Kapak genggam
Kapak ini memiliki bentuk mirip kapak perimbas, tetapi jauh lebih kecil. Cara pema- kaiannya dengan digenggam pada ujungnya yang lebih kecil. Hampir di seluruh Nusantara terdapat alat tersebut.
 
4. Pahat genggam 
Bentuknya lebih kecil dari kapak genggam yang berfungsi untuk menggemburkan tanah dan mencari ubi-ubian. Alat ini sangat tajam.
 
5. Alat serpih
Alat serpih dipergunakan untuk pisau, mata panah, dan alat pemotong. Alat serpih ini ditemukan oleh Von Koenigswald tahun 1934 di Sangiran, juga di Gua Lawa, (Sampung, Ponorogo), Cabbenge (Sulawesi Selatan), Timor, dan Roti. Alat serpih ini berukuran kecil antara 10 – 20 cm yang banyak ditemukan di guagua.
 
6. Alat-alat dari tulang
Alat ini dibuat dari tulang binatang untuk pisau, belati, dan mata tombak yang banyak ditemukan di Ngandong (Ngawi Jawa Timur).
 
Homo sapiens juga telah memiliki kebudayaan yang lebih tinggi dari manusia purba. Bahkan jika kita melihat hasil kebudayaannya, sudah tergolong pada budaya Batu Tengah, yakni Mesolitikum. Alat mereka sudah dihaluskan sebagian dan tempat tinggal mereka berada di gua-gua sehingga meninggalkan abris sous roche dan sampah kerang kjokkenmoddinger. Tempat tinggalnya ditemukan di pantai Sumatra Timur dan alatnya berupa kapak Sumatra, kapak pendek, serta pipisan atau batu penggiling. Adapun kjokkkenmoddinger ditemukan di Gua Sampung (Ponorogo, Jawa Timur), di Timor, di Pulau Roti, dan Bojonegoro. Alat-alat mereka selain dari batu sudah ada yang dibuat dari tulang (bone culture).
 
 
PETA PENEMUAN MANUSIA PURBA
 

 tempat temuan manusia praaksara


Tempat temuan alat-alat masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana
 
 
Tempat temuan alat-alat masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut
 
 

Tempat temuan alat-alat masa bercocok tanam dan benda-benda megalitik
 
 
Tempat temuan kapak persegi dan kapak lonjong
 
 
Peta persebaran kapak persegi dan kapak lonjong kebudayaan batu besar dan kebudayaan perungu di Nusantara 
 
 
 
 
 
 
Demikian pelajaran mengenai asal - usul persebaran manusia di kepulauan indonesia, semoga bermanfaat untuk anda dan selamat belajar. terimakasih

Pengaruh Peradaban Masyarakat Dunia Terhadap Peradaban Indonesia



Zaman praaksara meninggalkan hasil budaya yang masih sederhana, tetapi berharga nilainya dalam mempelajari kembali sejarah manusia Indonesia di masa lampau. Alat-alat budaya mereka ciptakan sesuai kebutuhan sehingga dapat membantu untuk memenuhi kebutuhannya. Alat-alat budaya tersebut pada awalnya terbuat dari batu dan berkembang menggunakan logam maka dalam penyebutannya sering disebut zaman batu atau zaman logam. Dengan peninggalan-peninggalan mereka itulah, para ahli dapat mengungkap kembali bagaimana kehidupan di masa itu.




PROSES MIGRASI RAS RPOTO MELAYU DAN DEUTRO MELAYU KE INDONESIA


Sejarawan Belanda Van Heine mengatakan bahwa sejak 2000 SM yang bersamaan dengan zaman Neolitikum sampai dengan tahun 500 SM yang bersamaan dengan zaman perunggu mengalirlah gelombang perpindahan penduduk dari Asia ke pulau-pulau sebelah selatan daratan Asia ke Indonesia. Sekitar tahun 1500 SM, mereka terdesak dari Campa kemudian pindah ke Kampuchea dan melanjutkan perjalanan ke Semenanjung Malaka. Sementara itu, bangsa yang lainnya masuk ke pulau-pulau di sebelah selatan Asia tersebut, yakni Austronesia (austro artinya selatan, nesos artinya pulau). Bangsa yang mendiami daerah Austronesia disebut bangsa Austronesia. Bangsa Austronesia mendiami daerah sangat luas, meliputi pulau-pulau yang membentang dari Madagaskar (sebelah barat) sampai Pulau Paskah (sebelah timur) dan Taiwan (sebelah utara) sampai Selandia Baru (sebelah selatan).

Pendapat Van Heine Geldern ini diperkuat dengan penemuan peralatan manusia purba berupa beliung batu yang berbentuk persegi di Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi di bagian barat. Beliung seperti itu juga banyak ditemukan di Asia, yakni di Malaysia, Birma (Myanmar), Vietnam, Kampuchea, dan terutama di daerah Yunan (daerah Cina Selatan).

Perpindahan penduduk pada gelombang kedua terjadi sekitar 500 SM bersamaan dengan zaman perunggu. Perpindahan ini membawa kebudayaan perunggu, seperti kapak sepatu dan nekara atau genderang yang berasal dari daerah Dongson sehingga disebut kebudayaan Dongson. Pendukung kebudayaan Dongson adalah orang-orang Austronesia yang tinggal di pulau-pulau di Benua Asia dan Australia. Nenek moyang bangsa Indonesia meninggalkan daerah Yunan di sekitar hulu Sungai Salween dan Sungai Mekong yang tanahnya subur sehingga mereka pandai bercocok tanam, berlayar, dan berdagang.

Dalam perkembangan selanjutnya, berbagai suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia kemudian membentuk komunitas sendiri-sendiri sehingga mereka mendapat sebutan tersendiri. Mereka datang di Nusantara menggunakan alat transportasi, yaitu perahu bercadik. Mereka berlayar secara berkelompok tanpa mengenal rasa takut dan selanjutnya menempati berbagai kepulauan di Nusantara. Hal ini memperjelas bahwa nenek moyang bangsa Indonesia adalah pelaut-pelaut ulung yang memiliki jiwa kelautan yang kuat. Mereka memiliki kepandaian dalam berlayar, navigasi, serta ilmu perbintangan yang penuh. Selain itu, mereka menemukan model perahu bercadik yang merupakan perahu kuat dan mampu menghadapi gelombang serta sebagai ciri khas kapal bangsa Indonesia.

Orang-orang Austronesia yang memasuki wilayah Nusantara dan kemudian menetap di Nusantara tersebut mendapat sebutan bangsa Melayu Austronesia atau bangsa Melayu Indonesia. Mereka yang masuk ke daerah Aceh menjadi suku Aceh, yang masuk ke daerah Kalimantan disebut suku Dayak, yang ke Jawa Barat disebut suku Sunda, yang masuk ke Sulawesi disebut suku Bugis dan Tanah Toraja, dan mereka yang masuk ke daerah Jambi disebut suku Kubu (Lubu).
 
 
Bangsa Melayu dapat di bedakan menjadi 2, yaitu :
 
1. BANGSA MELAYU TUA (PROTO MELAYU)
 
Bangsa Melayu Tua adalah orang-orang Austronesia dari Asia (Yunan) yang pertama kali ke Nusantara pada sekitar 1500 SM. Mereka datang ke Nusantara melalui dua jalan.
 
  • Jalan barat dari Yunan (Cina Selatan) melalui Selat Malaka (Malaysia) masuk ke Sumatra masuk ke Jawa. Mereka membawa alat berupa kapak persegi.
  • Jalan utara (timur) dari Yunan melalui Formosa (Taiwan) masuk ke Filipina kemudian ke Sulawesi kemudian masuk ke Irian. Mereka membawa alat kapak lonjong.

Bangsa Melayu Tua ini memiliki kebudayaan batu sebab alat-alatnya terbuat dari batu yang sudah maju, yakni sudah dihaluskan, berbeda dengan manusia purba yang alatnya masih kasar dan sederhana. Hasil budaya mereka dikenal dengan kapak persegi yang banyak ditemukan di Indonesia, seperti Sumatra, Jawa, Bali, dan Kalimantan. Adapun kapak lonjong banyak digunakan mereka yang melalui jalan utara, yakni Sulawesi dan Irian. Menurut penelitian Von Heekern, di Kalumpang, Sulawesi Utara telah terjadi perpaduan antara tradisi kapak persegi dan kapak lonjong yang dibawa orang Austronesia yang datang dari arah utara Indonesia melalui Formosa (Taiwan), Filipina, dan Sulawesi.



2. BANGSA MELAYU MUDA (DEUTERO MELAYU)

Bangsa Melayu Muda yang disebut juga Deutero Melayu datang dari daerah Yunan (Cina Selatan) sekitar 500 SM. Mereka masuk ke Nusantara melalui jalan barat saja. Bangsa Melayu Muda berhasil mendesak dan bercampur dengan bangsa Proto Melayu. Bangsa Deutero Melayu masuk melalui Teluk Tonkin (Yunan) ke Vietnam, lalu ke Semenanjung Malaka, terus ke Sumatra, dan akhirnya masuk ke Jawa.

Bangsa Deutero Melayu memiliki kebudayaan yang lebih maju dibandingkan dengan Proto Melayu. Mereka sudah dapat membuat barang-barang dari perunggu dan besi. Hasil budayanya yang terkenal adalah kapak corong, kapak sepatu, dan nekara. Selain kebudayaan logam, bangsa Deutero Melayu juga mengembangkan kebudayaan Megalitikum, yaitu kebudayaan yang menghasilkan bangunan yang terbuat dari batu besar. Hasil-hasil kebudayaan Megalitikum, misalnya, menhir (tugu batu), dolmen (meja batu), sarkofagus (keranda mayat), kubur batu, dan punden berundak. Suku bangsa Indonesia yang termasuk keturunan Melayu Muda (Deutero Melayu) adalah suku Jawa, Melayu, dan Bugis.

Sebelum kelompok bangsa Melayu memasuki Nusantara, sebenarnya telah ada kelompokkelompok manusia yang lebih dahulu tinggal di wilayah tersebut. Mereka terma-suk bangsa primitif dengan budayanya yang masih sangat sederhana. Mereka yang termasuk bangsa primitif adalah sebagai berikut.
 
  • Manusia Pleistosin (purba)
    Kehidupan manusia purba ini selalu berpindah tempat dengan kemampuan yang sangat terbatas. Demikian pula kebudayaannya sehingga corak kehidupan manusia purba ini tidak dapat diikuti kembali, kecuali beberapa aspek saja. Misalnya, teknologinya yang masih sangat sederhana (teknologi paleolitik).
  • Suku Wedoid
    Sisa-sisa suku Wedoid sampai sekarang masih ada, misalnya, suku Sakai di Siak serta suku Kubu di perbatasan Jambi dan Palembang. Mereka hidup dari meramu (mengumpulkan hasil hutan) dan berkebudayaan sederhana. Mereka juga sulit sekali menyesuaikan diri dengan masyarakat modern.
  • Suku Negroid
    Di Indonesia sudah tidak terdapat lagi sisa-sisa kehidupan suku Negroid. Akan tetapi, di pedalaman Malaysia dan Filipina keturunan suku Negroid masih ada. Suku yang termasuk ras Negroid, misalnya, suku Semang di Semenanjung Malaysia dan suku Negrito di Filipina. Mereka akhirnya terdesak oleh orang-orang Melayu Modern sehingga hanya menempati daerah pedalaman terisolir.




PENGARUH PERKEMBANGAN BUDAYA BASCON-HOABINH, DONGSON, DAN INDIA DENGAN PERKEMBANGAN MASYARAKAT AWAL DI KEPULAUAN INDONESIA 


KEBUDAYAAN BASCON-HOABINH

Di Pegunungan Bacson dan di Provinsi Hoabinh dekat Hanoi, Vietnam, oleh peneliti Madeleine Colani ditemukan sejumlah besar alat yang kemudian dikenal dengan kebudayaan Bacson-Hoabinh. Jenis alat serupa juga ditemukan di Thailand, Semenanjung Melayu, dan Sumatra. Peninggalan-peninggalan di Sumatra berupa bukit-bukit kerang yang dinamakan kjokkenmoddinger (sampah dapur) yang memanjang dari Sumatra Utara sampai Aceh.

Ciri dari kebudayaan Bacson-Hoabinh adalah penyerpihan pada satu atau dua sisi permukaan batu kali yang berukuran satu kepalan dan bagian tepinya sangat tajam. Hasil penyerpihannya menunjukkan berbagai bentuk, seperti lonjong, segi empat, dan ada yang bentuknya berpinggang. Di wilayah Indonesia, alat-alat batu kebudayaan Bacson-Hoabinh ditemukan di Papua, Sumatra, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Penyebaran kebudayaan Bacson-Hoabinh bersamaan dengan perpindahan ras Papua Melanesoid ke Indonesia melalui jalan barat dan jalan timur (utara). Mereka datang di Nusantara dengan perahu bercadik dan tinggal di pantai timur Sumatra dan Jawa, namun mereka terdesak oleh ras Melayu yang datang kemudian. Akhirnya, mereka menyingkir ke wilayah Indonesia Timur dan dikenal sebagai ras Papua yang pada masa itu sedang berlangsung budaya Mesolitikum sehingga pendukung budaya Mesolitikum adalah Papua Melanesoid. Ras Papua ini hidup dan tinggal di gua-gua (abris sous roche) dan meninggalkan bukit-bukit kerang atau sampah dapur (kjokkenmoddinger). Ras Papua Melanesoid sampai di Nusantara pada zaman Holosen. Saat itu keadaan bumi kita sudah layak dihuni sehingga menjadi tempat yang nyaman bagi kehidupan manusia.

Penyelidikan kjokkenmoddinger dilakukan oleh Dr. P.V. Van Stein Callenfels tahun 1925. Juga banyak ditemukan kapak genggam yang kemudian dinamakan kapak Sumatra, terbuat dari batu kali yang dibelah, sisi luarnya tidak dihaluskan, dan sisi dalamnya dikerjakan sesuai dengan keperluan. Jenis lain adalah kapak pendek (hache courte), bentuknya setengah lingkaran, bagian tajamnya pada sisi lengkung. Ditemukan pula batu penggiling (pipisan) sebagai penggiling makanan atau cat merah, ujung mata panah, flakes, dan kapak Proto Neolitikum.

Ras Papua Melanesoid hidup masih setengah menetap, berburu, dan bercocok tanam sederhana. Mereka hidup di gua dan ada yang di bukit sampah. Manusia yang hidup di zaman budaya Mesolitikum sudah mengenal kesenian, seperti lukisan mirip babi hutan yang ditemukan di Gua Leang-Leang (Sulawesi). Lukisan tersebut memuat gambar binatang dan cap telapak tangan.

Mayat dikubur dalam gua atau bukit kerang dengan sikap jongkok, beberapa bagian mayat diolesi dengan cat merah. Merah adalah warna darah, tanda hidup. Mayat diolesi warna merah dengan maksud agar dapat mengembalikan kehidupannya sehingga dapat berdialog. Kecuali alat batu, juga ditemukan sisa-sisa tulang dan gigi-gigi binatang seperti gajah, badak, beruang, dan rusa. Jadi, selain mengumpulkan binatang kerang, mereka pun memburu binatang-binatang besar.

Di daerah Sumatra alat-alat batu jenis kebudayaan Bacson-Hoabinh ditemukan di Lhokseumawe dan Medan. Di Pulau Jawa, alat kebudayaan yang sejenis kebudayaan Bacson-Hoabinh ditemukan di daerah sekitar Bengawan Solo, yakni bersamaan waktu penggalian fosil manusia purba. Peralatan yang ditemukan dibuat dengan cara yang sederhana, belum diserpih dan belum diasah. Alat tersebut diperkirakan dipergunakan oleh jenis Pithecanthropus erectus di Trinil, Jawa Timur.
 
 
 
 
KEBUDAYAAN DONGSON
 
Kebudayaan Dongson diambil dari salah satu nama daerah di Tonkin. Kebudayaan perunggu di Asia Tenggara biasa dinamakan kebudayaan Dongson. Di daerah ini ditemukan bermacam-macam alat yang dibuat dari perunggu. Di samping itu juga ditemukan nekara dan kuburan. Bejana yang serupa dengan yang ditemukan di Kerinci dan Madura juga ditemukan di sana, di daerah Tonkin itulah kebudayaan perunggu berasal.

Pengolahan logam menunjukkan taraf kehidupan yang semakin maju, sudah ada pembagian kerja yang baik, masyarakatnya sudah teratur. Teknik peleburan logam merupakan teknik yang tinggi.

Kenyataan tersebut menunjukkan kepada kita mengenai adanya hubungan erat antara Indonesia dengan Tonkin, yaitu kebudayaan logam di Indonesia termasuk kelompok kebudayaan logam di Asia yang berpusat di Dongson. Dari daerah inilah datang kebudayaan logam secara bergelombang lewat jalur barat, yaitu Malaysia. Pendukung kebudayaan ini adalah bangsa Austronesia, juga pendukung kapak persegi. Di Indonesia, penggunaan logam telah dilakukan sejak beberapa abad sebelum Masehi, yaitu pada tahun 500 SM berupa hasil perunggu dan perhiasan perunggu, sedangkan alat dari besi berupa mata kapak, mata pisau, mata pedang, dan cangkul. Zaman perunggu di Indonesia masuk kebudayaan perundagian. Peranan perunggu dan besi sangat besar terutama dalam penggunaan alat kehidupan.

Budaya Dongson sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan budaya perunggu di Nusantara. Nekara perunggu yang telah dibuat di Kepulauan Indonesia seperti Sumatra, Jawa, dan Maluku Selatan sebagai salah satu bukti pengaruh yang kuat dari budaya Dongson. Beberapa nekara yang ditemukan di Indonesia mempunyai nilai yang penting, misalnya, di Makalaman dekat Sumba (berisi hiasan gambar menyerupai pakaian Cina dari dinasti Han) dan nekara dari Kepulauan Kei, Maluku (berisi hiasan lajur mendatar bergambar kijang). Berdasarkan kesimpulan para ahli, ada kemungkinan daerah-daerah itu tidak membuatnya sendiri, melainkan berasal dari Cina karena ada gaya hiasan model negeri Cina. Adapun nekara yang ditemukan di daerah Sangeng dekat Sumbawa oleh Heine Geldern mungkin berasal dari Funan.

Perkembangan budaya logam di Indonesia dapat diketahui dengan jelas adanya pengaruh budaya Dongson yang menyebar ke seluruh Nusantara. Ada beberapa daerah penting dalam perkembangan logam di Nusantara.
 
  • Budaya logam awal di Jawa
    Di Pulau Jawa terdapat peninggalan logam pada tahap awal, berada di dalam peti kubur batu (sarkofagus) di daerah Gunung Kidul, Yogyakarta. Diperkirakan sebagai bekal kubur yang berupa peralatan dari besi.
     
  • Budaya logam awal di Sumatra
    Di Pasemah, Sumatra Barat, terdapat kubur batu yang dibekali manik-manik kaca dan sejumlah benda logam berupa tombak besi dan peniti emas.
     
  • Budaya logam awal di Sumba, Nusa Tenggara
    Di Sumba, Nusa Tenggara, terdapat tradisi pengu-buran dengan membawa bekal kubur yang berupa logam yang diletakkan di dekat peti si mati. Namun, di sana juga sudah ditemukan peralatan rumah tangga seperti bejana dan tembikar kecil yang terbuat dari logam.
     
  • Budaya logam awal di Bali
    Tidak berbeda dengan daerah lain, di Bali kita temukan benda logam sebagai bekal kubur. Jadi, dapat kita ketahui bahwa budaya logam ternyata sudah berkembang di Nusantara. Banyak kita temukan bekal kubur terbuat dari logam, ini berarti mereka menghormati roh nenek moyangnya yang sudah mati dengan barang yang berharga. Namun, kita juga menemukan alat kehidupan yang terbuat dari logam di tengah masyarakat pada masa lalu, misalnya, pisau, tombak, panah, dan patung.
     
 
 
 KEBUDAYAAN INDIA

Sejak zaman praaksara, penduduk Indonesia dikenal sebagai pelaut dan sanggup mengarungi lautan luas. Ahli ilmu bumi bangsa Yunani bernama Claudius Ptolomeus menyebutkan bahwa ada sebuah pulau bernama Zabadiu, yang dimaksud adalah Yavadwipa atau Pulau Jawa atau terkenal dengan sebutan Pulau Padi.

Menurut Hornell, perahu-perahu bercadik adalah milik khusus bangsa Indonesia. Perahu bercadik juga ada di India Selatan akibat pengaruh dari Indonesia sebab di sana terdapat suku Thanar yang bermatapencaharian budi daya kelapa dan berdagang dengan pedagang Indonesia.
 
Hubungan dagang antara Indonesia – India ternyata menambah kemampuan untuk saling bertukar kebudayaan, pengaruh agama dan budaya India masuk ke Nusantara. Hubungan dagang tersebut merupakan faktor utama terjadinya kontak Indonesia – India yang menyebabkan penyebaran budaya India ke Indonesia. Namun demikian, unsur Indonesia kuno tetap kuat tampak dominan, misalnya, kasta tidak berjalan dengan baik di Indonesia, bahkan cenderung tidak ada. Hasil seni candi di Indonesia yang menonjol pada masa Indonesia kuno adalah pembangunan candi-candi besar.
 
Bukti pengaruh budaya India di Indonesia sebagai berikut.
  •  Adanya arca Buddha dari perunggu di Sempaga (Sulawesi Selatan) sebagai bukti tertua bergaya amarawati (gaya India Selatan), arca sejenis juga ditemukan di Jember dan Bukit Siguntang, Sumatra Selatan. Arca Buddha lainnya yang ditemukan di Kota Bangun, Kutai, bergaya gandhara (gaya India Utara).
  • Ditemukan prasasti di Kerajaan Kutai dan Tarumanegara yang terpengaruh India, yaitu berbahasa Sanskerta dan berhuruf Pallawa.
  • Adanya bangunan candi dan arca yang terpengaruh Hindu dan Buddha.
  • Adanya prasasti Sriwijaya yang ditulis dalam bahasa Melayu Kuno berhuruf Pallawa yang sudah menonjol unsur Indonesianya.
  • Adanya bukti arkeologi di Indonesia bahwa pengaruh India ada dalam budaya Nusantara.
  • Dalam berbagai hal pengaruh India itu terlihat. Di bidang pemerintahan muncul kerajaan, dalam bidang kebudayaan pengaruh India melahirkan candi megah di Nusantara, misalnya, candi Borobudur, Prambanan, di bidang sosial melahirkan ikatan-ikatan desa dan ikatan feodal.
 


 PERADABAN AWAL MASYARAKAT DI DUNIA


Peradaban Sungai Indus (INDIA)

Berdasarkan hasil penggalian yang dilakukan oleh RD Bannerji dan Sir Jhon Marshall tahun 1922 di kota Mohenjodaro dan Harappa ditemukan antara lain:
  • Dua buah patung yang coraknya berbeda yaitu: Patung laki-laki sebatas dada dan patung seorang penari 
  • Terdapat bekas bangunan rumah bertingkat yang sudah beberapa kali mengalami kehancuran (6 – 7 lapis).
  • Ditemukan meterai yang berfungsi sebagai hiasan keagamaan dan dianggap mempunyai kesaktian.
  • Ditemukan patung Dewi Ibu/Dewi Kesuburan.
  • Bangsa yang mendiami daerah tersebut adalah suku DRAVIDA yang pada tahun 1500 SM diserbu oleh suku bangsa ARYA (Indo Jerman) sehingga suku asli terdesak ke Selatan yaitu dataran tinggi Dekhan.
  • Mengenal ajaran Karma Samsara
 
Teknologi yang dimiliki sangat tinggi yaitu telah membuat pakaian dari kapas, alat pertanian, alat rumah tangga, bangunan, dan membuat perhiasan dari emas, perak, batu, serta membuat senjata panah, tombak dan kapak. Kepercayaan bangsa Dravida berupa politheisme dengan memuja dewa langit, dewa bulan, dewa api, dewa air, dan dewa ibu sebagai dewi kesuburan.
 
 
Peradaban Lembah Sungai Kuning (CHINA)
 
Kehidupan masyarakatnya bercocok tanam dengan memanfaatkan aliran sungai Kuning seperti: gandum, padi, jagung, Teh dan kedelai. Karena daerahnya yang subur menjadi pusat perhatian bangsa Asia Tengah (Mongol) sehingga berlaku hokum tantangan dan jawaban. Tantangannya yaitu : Bangsa-bangsa ganas di Asia Tengah selalu memusatkan perhatiannya pada lembah Sungai Kuning yang subur. Jawabannya: Karena serangan yang terus menerus maka kaisar China membangun tembok besar (The Great Wall Of China) panjangnya: 2000 mil, Lebar: 5 meter, dan tingginya: 11 meter. Pada masa pemerintahan Dinasti Chou hubungan antara daerah satu sama lain belum lancer sehingga tugas pengawasan di daerah diserahkan pada para bangsawan rendahan (Vazal). Untuk membalas kebaikan mereka maka kaisar memberikan pinjaman tanah yang pada akhirnya melahirkan sistem Feodal. Selain itu terdapat ajaran filsafat Kong Hu Chu yang pada prinsipnya adalah pembinaan kehidupan yang selaras dengan alam, keluarga dan leluhur. Ajaran ini lahir karena terjadi pertentangan antara para vazal dan manusia terlena dengan urusan keduaniaan. Juga lahir ajaran Taoisme oleh Lao-Tze yang mengatakan bahwa ada kekuatan gaib yang mengatur keadilan dan ketertiban di alam semesta yang disebut TAO. Keadilan dan ketenteraman akan tercapai apabila orang akan tunduk pada ajaran TAO.
 
      Peradaban ini diperkirakan ada sejak tahun 3000 SM. Bangsa Cina umumnya tinggal di Lembah Sungai Hoang Ho dan Yang Tse Kiang. Lembah Hoang Ho dan Yang Tse Kiang merupakan daerah yang subur dan dikembangkan pertanian dengan hasil gandum, padi, jagung, teh, kedelai dan murbai. Juga dihasilkan barang dari keramik dan sutra yang diperdagangkan sampai ke luar Cina. Selain pertanian dan perikanan, bangsa Cina juga mengembangkan peternakan yaitu memelihara ulat sutra, kuda, sapi, babi, kambing, dan sebagainya. Teknologi berkembang pesat di mana dapat dihasilkan perhiasan, alat rumah tangga, pisau, pedang, tombak, cangkul, dan sabit. Kepercayaan bangsa Cina bersifat politheisme atau memuja banyak dewa yang menguasai kekuatan alam, misal Dewa Feng Pa (Dewa Angin) dan Dewa Lei Shih (Dewa Topan). Selain itu juga, Dewa T’ai shan yaitu 4 dewayang menguasai bukit suci sebagai dewa yang tinggi. 
 
       Bentuk pemerintahan Cina berupa kerajaan, di mana pada masa Dinasti Ch’in menganut asas desentralisasi. Wilayah negara dibagi atas 36 provinsi. Setiap provinsi dikepalai gubernur. Gubernur bertanggung jawab secara langsung kepada kaisar. Sedangkan pada masa Dinasti T’ang, pemerintahan menganut pola sentralisasi. Wilayah kerajaan dibagi atas 10 provinsi dan segala sesuatu diatur oleh pemerintah pusat.
  

 
Peradaban Lembah Sungai Tigris dan Eufrat (MESOPOTAMIA)

Wilayahnya sangat subur karena diapit oleh dua sungai besar yaitu Tigris dan Eufrat. Mata pencaharian penduduknya adalah pertanian (Kedelai dan jewawut), Peternakan (domba, lembu dsb) dan perdagangan (antara Laut Tengah, India, Asia Tengah, Teluk Persia dan Laut Merah ). Kepercayaan masyarakatnya Polytheisme, seperti: Dewa Air (Enki), Dewa langit (Anu), Dewa Bumi (Enlil), Dewa Api dan Dewa Kesuburan (Marduk). Khusus untuk Dewa Marduk dibuatkan patung wanita yang menggambarkan dewi kesuburan dan dibuatkan Ziggurat (bangunan dari tanah liat yang dibangun di atas gundukan tanah). Dalam bidang lain mereka mengenal:
 
  • Tulisan Paku pada lempengan batu tentang UU Hammurabbi yang berisi 280 pasal UU Hammurabi (Codex Hammurabi).
  • Dalam bidang astronomi mengenal khatulistiwa dibagi menjadi 3600 mengenal bintang dan planet.
  • Mengenal sistem kalender berdasarkan perhitungan bulan.
  • Mengenal pembagian waktu (jam, menit, detik) dan menghitung dengan satuan 60-an (sixadesimal). Bangsa yang mendiami daerah ini adalah Bangsa Sumeria lalu di kalahkan oleh suku Amoria dari Indo Jerman dan mendirikan kerajaan Babylonia I dengan Raja Hammurabbi. Tahun 750 SM dikalahkan oleh bangsa Assyria dengan Raja Ashurbanipal. Tahun 612 SM bangsa Assyria dikalahkan oleh bangsa Kaldea yang membangun kerajaan Babylonia II dengan Raja Nebukadnezar. Tahun 536 SM menjadi rebutan bangsa Media dan Persia yang dimenangkan oleh Persia. Persia memerintah di atas wilayah Mesopotamia yang subur dengan raja pertama R Cyrus (550 SM) dilanjutkan oleh Darius Agung (521-485 SM).
 
 
 Peradaban Lembah Sungai Nil (MESIR KUNO)
 
Corak kehidupan masyarakatnya agraris dengan hasil utamanya adalah gandum dan kapas. Kepercayaan masyarakatnya adalah Polytheisme seperti Dewa RA (matahari), Dewa Bulan (Amon) lalu disatukan menjadi dewa AMONRA. Untuk memuja dewa ini dibuatkan Obelisk (Tugu batu runcing berbentuk segitiga yang dihiasi dengan tulisan gambar) juga percaya pada dewa Thot (pengetahuan), dewa Anubis (kematian), Osiris (pengadilan), Issis (dewa Sungai Nil), Dewa Apis berbentuk Sapi, Dewa Ibis berbentuk burung. Mereka juga percaya pada roh-roh leluhur yang akan mengubah bentuk pemakaman menjadi pengawetan mayat (MUMMIA) yang disimpan dalam Pyramida. Dalam Pyramida terdapat patung singa berkepala manusia (Sphinx). Dalam bidang lain , selain pengawetan mayat juga mengenal penguburan mayat dengan cara jongkok, mengenal tulisan gambar, mengenal ilmu perbintangan dan sistem kalender. Dalam bidang pemerintahan dipimpin oleh Fir’aun (Pharaos) yang dipuja sebagai Tuhan. Rakyat harus taat dalam membayar pajak dan wajib kerja untuk pengabdian terhadap Fir’aun. Namun pada akhirnya Fir’aun dianggap sebagai manusia biasa dan kepercayaan mereka monotheisme dengan dewa Matahari sebagai dewa yang tunggal.
 
 
     Sungai nil membawa pengaruh daerah sekitar menjadi subur karena bila banjir membawa lumpur. Hal ini mendasari pendapat sejarawan Yunani Herodotus menyebutkan Mesir sebagai hadiah Sungai Nil. Peradaban Mesir yang maju disebabkan adanya Sungai Nil yang selalu banjir setiap tahun. Raja dibantu oleh pejabat tinggi yaitu perdana menteri. Peradaban dibuktikan dengan bangunanan Mesir dapat dibuktikan dari bangunan Pyramida (kuburan raja Mesir), Mustaba (tempat penyimpanan mayat/ mummy), Sphinx (Patung berbadan singa dan berkepala manusia), Istana Gize Karmak luxor dan kuil agung di Abu sinbel. Bangsa Mesir mengenal tulisan Hierog Lyph tulisan berupa gambar, misal batu Rosetta dapat dibaca oleh Champolion pada tahun 1800 . Dengan tulisan Hieroglyph, bangsa Mesir menuliskan masalah agama, pemerintahan, ekonomi, dan sebagainya. Di bidang Astronomi, bangsa Mesir telah mengenal peredaran bumi, matahari, bintang, kalender 365 hari, dan ilmu perbintangan untuk keperluan pertanian.
 
 
 
 
BUDAYA LOGAM DI INDONESIA
 
 
Nekara Perunggu
Nekara adalah semacam genderang dari perunggu yang berpinggang di bagian tengahnya dan sisi atasnya tertutup.  Nekara berfungsi sebagai mas kawin atau barang pusaka.
 
Kapak Perunggu/Kapak Corong
kapak corong terutama di temukan di daerah Sumatera Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah dan Selatan. Bentuk kapak ini sangat beragam, salah satunya di sebut candrasa, kapak ini memiliki bentuk yang sangat indah dan penuh hiasan, fungsinya sebagai tanda kebesaran dan alat upacara   
 
Bejana  perunggu
ditemukan ditepi danau kerinci dan di madura. Bentuknya seperti periuk tetapi langsing dan gepeng. Selain di madura dan kerinci bejana ini juga ditemukan didaerah pnom penh (kamboja) 
 
Perhiasan perunggu
gelang, kalung, cincin dll. Benda-benda seperti ini banyak ditemukan di bogor bali dan malang
 
Arca-arca perunggu
banyak ditemukan arca-arca yang menggambarkan orang yang sedang memanah, menari, naik kuda, dan ada juga yang menggambarkan bentuk hewan kuda, kerbau, dan bentuk arca sangatlah kecil-kecil yaitu,  5-15 cm. Arca tersebut ditemukan di bangkinang (riau), lumajang, bogor dan palembang. 
 
 
  • Teknik bivalve
    Teknik ini menggunakan dua cetakan yang dirapatkan dan diberi lubang di atasnya dan dapat digunakan berkali-kali, dan biasanya untuk benda-benda yang pejal (tidak berongga)
  • Teknik a cire perdue
    Teknik ini diawali dengan mebuat bentuk benda dengan logam dari lilin yang berisi tanah liat sebagai intinya, kemudian diberi hiasan. Setelah itu di bungkus lagi dengan tanah liat yang lunak. Bagian atas dan bawahnya diberi lubang. Dari lubang atas dituangkan perunggu cair, dan dari lubang bawah mengalir lilin meleleh. Bila telah dingin cetakan di pecah untuk mengambil benda jadi. Dan teknik ini hanya dapat dipakai sekali saja
 
 
 
 
Semoga bermanfaat untuk anda dan selamat belajar, terimakasih :) 

Kehidupan Awal Masyarakat Indonesia



1.  Perkembangan Kehidupan Masyarakat Berburu hingga Munculnya Masyarakat Pertanian di Indonesia


Kehidupan masyarakat pada masa berburu dan mengumpulkan makanan masih sangat sederhana. Masa ini desebut sebagai masa food gathering (mencari dan mengumpulkan makanan) dengan sistem hidup berpindah-pindah (nomaden).

Manusia purba telah menghasilkan kebudayaan secara sederhana dengan menciptakan alat-alat untuk menangkap binatang buruan, menguliti binatang buruan, mengorek ubi-ubian, mengail ikan dari bahan-bahan seperti batu, kayu, tulang, tanduk binatang, dan sebagainya.
Kemudian manusia prasejarah berkembang dengan mulai mengenal tempat tinggal sementara (semi sedenter), misalnya di tepi pantai atau di gua-gua.

Sisa-sisa peninggalan hidup tempat tinggal sementara dari zaman Mesolitikum ini antara lain kyokkemoddinger (sampah dapur) dan abris sous roche (gua sebagai tempat tinggal).
Alat-alat kehidupan merekapun makin berkembang, seperti chopper (kapak perimbas/pebble/kapak Sumatra), chopping tool (kapak penetak), anak panah, flake, alat-alat dari tulang dan tanduk rusa dan sebagainya.

Kehidupan manusia purba pada masa menetap dan bercocok tanam berlangsung pada zaman Neolitikum.

Hasil budaya masa menetap dan bercocok tanam berupa alat-alat kehidupan sehari-hari yang telah dibuat dan diasah dengan halus, seperti:

  • Kapak persegi untuk memotong daging binatang hasil buruannya, menebang pohon, dan membuat perahu.  
  • Beliung persegi atau cangkul berfungsi untuk mengerjakan ladang atau sawah. 
  • Tarah atau pahat untuk mengukir/memahat kayu.  
  • Anak panah untuk memanah binatang buruan.
  • Perhiasan terbuat dari batu, tembikar, dan kulit kerang. 
  • Pakaian yang terbuat dari kulit kayu atau kerang. 

Karakteristik kehidupan pada masa bercocok tanam:
  • Mereka sudah hidup menetap.
  • Mereka sudah dapat menyimpan hasil panennya untuk waktu yang cukup lama. 
  • Telah memproduksi ternak. 

Pada masa ini telah terjadi revolusi kehidupan manusia, yakni perubahan dari pola hidup berpindah-pindah dan tergantung pada penyediaan alam (food gathering) ke kehidupan menetap, bertani, beternak, dan berproduksi (food producing).

Dr. Brandes mengemukakan bahwa sebelum kedatangan pengaruh Hindu – Buddha, telah terdapat sepuluh unsur pokok dalam kehidupan asli masyarakat Indonesia, antara lain:

  • Kemampuan berlayar
  • Mengenal astronomi
  • Kepandaian bersawah
  • Mengatur masyarakat
  • Kesenian wayang
  • Seni gamelan
  • Seni batik
  • Aktivitas perdagangan
  • Sistem macapat
  • Membuat kerajinan

Ciri-ciri dan perkembangan kehidupan masyarakat pada masa berburu dan masa bercocok tanam adalah:

  1. Masa berburu dan berpindah-pindah
  • Hidup berpindah-pindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain (nomaden) dan bertempat tinggal di tepi sungai, danau, pantai, di dalam goa-goa atau ceruk-ceruk batu, di tempat yang dekat dengan sumber makanan agar dapat bertahan hidup.
  • Hidup dalam kelompok-kelompok kecil (bergerombol) agar mampu menghadapi segala macam tantangan atau ancaman.
  • Belum mengenal bercocok tanam.
  • Tergantung pada alam sehingga mereka mencari makan dengan cara food gathering (mengumpulkan makanan) seperti buah-buahan, umbi-umbian, dan berburu.
  • Alat-alat kebutuhan mereka dibuat dari batu yang belum dihaluskan (masih sangat kasar).                  
        2. Masa bercocok tanam dan menetap
  • Sudah mulai tinggal secara menetap.
  • Sudah mengenal bercocok tanam secara baik.
  • Sudah mampu mengolah bahan makanan sendiri sesuai dengan kebutuhan mereka (food producing/menghasilkan makanan).
  • Di samping berburu dan menangkap ikan juga telah memelihara binatang-binatang jinak seperti anjing, babi, dan kerbau untuk keperluan konsumsi dan sebagai korban.
  • Alat-alat yang dibuat dari batu lebih halus dan macamnya lebih banyak, seperti kapak, tombak, panah, perhiasan dari gelang-gelang, dan biji-biji kalung dari batu.
  • Peradaban mereka sudah lebih maju dan membuat alat-alat rumah tangga yang lebih baik serta telah mengenal seni.


2. Perkembangan Teknologi dan Sistem Kepercayaan Awal Masyarakat Indonesia

      
Perkembangan teknologi di Indonesia dimulai pada masa perundagian, diawali dengan kepandaian menuang logam.

Untuk melebur logam dan menjadikan suatu alat diperlukan cara-cara khusus yang belum dikenal sebelumnya. Logam harus dipanaskan hingga mencapai titik leburnya, kemudian dicetak menjadi perkakas yang diperlukan.

Sementara zaman logam berkembang di Indonesia, kebudayaan batu tidaklah punah bahkan keduanya berkembang dan tetap dipergunakan.
Dalam perkembangannya kehidupan masyarakat sudah teratur dan telah mengenal bentuk-bentuk pertama sistem pemerintahan kerajaan.

Manusia purba telah mampu menghasilkan bangunan-bangunan yang dibuat dari batu-batu besar dan digunakan dalam hubungannya dengan kepercayaan zaman prasejarah atau dinamakan kebudayaan megalitikum, antara lain:


  • Menhir. Adalah tugu dari batu tunggal. Berfungsi sebagai tanda perigatan suatu peristiwa atau sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang. Ditemukan di Sumatera Selatan, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan.
  • Dolmen. Adalah sebuah meja batu. Berfungsi sebagai tempat meletakkan sesaji peti mayat. Ditemukan di Jawa Timur terutama di daerah Bondowoso.
  • Sarkofagus atau keranda. Adalah sebuah peti batu besar yang berbentuk seperti palung/lesung dan diberi tutup. Berfungsi sebagai kuburan atau peti mayat. Ditemukan di Bali.
  • Kubur batu. Adalah kuburan dalam tanah sisi samping, alas, dan tutupnya diberi semacam papan-papan dari batu. Berfungsi untuk mengubur mayat. Ditemukan di daerah Kuningan, Jawa Barat.
  • Punden Berundak. Adalah bangunan yang terbuat dari batu yang disusun bertingkat. Merupakan cikal bakal candi. Berfungsi sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang. Ditemukan di Lebak Sibedug daerah Banten Selatan.
  • Arca. Adalah bangunan dari batu yang berbentuk manusia dan ada yang berbentuk binatang. Berfungsi sebagai perwujudan dari roh nenek moyang. Ditemukan di Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.


Masyarakat telah mengenal teknik-teknik pengolahan logam (perunggu dan besi), yaitu:

  • Teknik bivalve, yaitu cetakan yang terdiri dari dua bagian, kemudian diikat dan ke dalam rongga dalam cetakan itu dituangkan perunggu cair. Cetakan tersebut kemudian dilepas dan jadilah barang yang dicetak.
  • Teknik a cire perdue (membuat model benda dari lilin). Benda yang akan dicetak dibuat dari lilin atau sejenisnya, kemudian dibungkus dengan tanah liat yang diberi lubang. Setelah itu dibakar maka lilin akan meleleh. Rongga bekas lilin tersebut diisi dengan cairan perunggu. Sesudah dingin perunggu membeku dan tanah liat dibuang maka jadilah barang yang dicetak.


Zaman logam dibagi menjadi tiga zaman, yaitu:

  1. Zaman tembaga
  2. Zaman perunggu
  3. Zaman besi



Kepercayaan masyarakat Indonesia awal antara lain Animisme (memuja arwah nenek moyang), Dinamisme (memuja benda-benda yang dianggap memiliki kekuatan gaib), dan Totenisme (memuja binatang tertentu dan dianggapnya seketurunan).






Semoga bermanfaat dan selamat belajar, terimakasih :)